Jumat, 17 April 2015

Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan merupakan suatau upaya memanusiakan manusia, dengan tujuan membentuk manusia beriman dan bertakwa, yang memiliki berbagai kompetensi, untuk kepentingannya bersosialisasi dalam masyarakat.
15 abad yang lalu, Nabi saw telah meletakkan dasar sebagai landasan sekaligus motivasi dalam menuntut ilmu sebagaimana sabdanya: " carilah ilmu sejak lahir sampai liang lahat". (al-Hadits). Hadits tersebut ingin menjelaskan kepada kita bahwa belajar " menuntut ilmu" tidak terbatas oleh waktu. Hanya satu hal yang dapat memutuskan perintah menuntut ilmu "belajar" yakni kematian.
Lebih jauh Allah SWT telah memerintahkan untuk menuntut ilmu melalui perintah "Iqro", yang merupakan ayat pertama sekaligus perintah yang pertama pula sebagai kewajiban umat manusia, sebelum Allah memerintahkan kewajiban yang lainnya seperti perintah sholat, zakat, puasa, haji dan yang lainnya.
Dengan kewajiban paling awal sebelum yang lain, menuntut ilmu "belajar" menjadi ibadah penentu bagi ibadah yang lain diterima oleh Allah SWT, karena semua amal ibadah tanpa ilmu semuanya tertolak, namun tidak sebaliknya memiliki ilmu walaupun tidak diamalkan tetap memiliki manfaat, terlebih apabila ilmu diamalkan maka inilah posisi paling "ideal" afdhol.
Islam mengharapkan pemeluknya senantiasa melakukan tela'ah, penelitian, belajar dan belajar "Iqro", dengan prinsip ajaran sang Nabi saw, hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini. Prinsip ini memotivasi umat Islam untuk menjadi umat yang lebih baik dari sebelumnya dan lebih baik dari umat yang lain.
    

Makalah Standar Pembiayaan Pendidikan


PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara Republik Indonesia dari jenjang terendah pendidikan usia dini hingga jenjang tertinggi yakni jenjang doktoral. Untuk meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas yakni manusia yang beriman, bertakwa serta memiliki akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa , pemerintah berusaha dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam perundang-undangan.
Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan langkah nyata pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia. Dengan program tersebut setiap warga negara diwajibkan  untuk mengenyam pendidikan minimal lulusan SLTP,  Pasal 6 (1) Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasioanal menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dan pemerintah berkewajiban untuk membiayai pelaksanaan wajib belajar 9 tahun tersebut sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 (2) Undang-Undang Sisdiknas bahwa : “ Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan. [1]
Turunan dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional kita  telah memiliki Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang telah digulirkan oleh pemerintah dalam PP No. 19 Tahun 2005. Standar Nasional Pendidikan tersebut merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). SNP ini digulirkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, agar sejalan dengan kebutuhan masyarakat, akselerasi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Ada 8 standar nasional pendidikan dalam PP No. 19 Tahun 2005, 4 standar mengalami penataan ulang yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses dan standar penilaian sebagaimana dituangkan dalam PP No. 32 Tahun 2013.  Adapun 4 standar yang lain tidak mengalami perubahan. [2]
Mutu pendidikan akan tercapai apabila 8 standar nasional pendidikan dapat terpenuhi dan diupayakan dengan  baik secara menyeluruh, dengan demikian mutu pendidikan tidak dapat dicapai jika hanya mengedepankan salah satu dari 8 standar nasional pendidikan. Sinergitas dan upaya secara simultan mutlak diperlukan, karena 8 standar nasional pendidikan merupakan satu sistem.
Dalam makalah ini penulis membatasi pembahasan pada salah satu standar nasional pendidikan yaitu standar pembiayaan, yang meliputi sumber pembiayaan, jenis-jenis pembiayaan, serta permasalahan-permasalahan dalam perencanaan pembiayaan dan dalam realisasi pembiayaan di lapangan.
Pembiayaan atau pendanaan dalam sebuah pendidikan adalah sebuah elemen penting bagi terselenggaranya proses belajar mengajar, pembiayaan dalam pendidikan berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas program pendidikan yang dilaksanakan. Pembiayaan diperlukan untuk pengadaan alat-alat, gaji guru, pegawai, dan aktivitas dan kegiatan dalam institusi. Selain itu pembiayaan digunakan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Islam sebagai salah satu ajaran yang menjunjung tinggi masalah pendidikan tentu saja telah memiliki pegangan dan aturan berkaitan dengan pembiayaan pendidikan, masalah pembiayaan dalam ajaran Islam tidak dapat dilepaskan dari sumber ajaran Islam yaitu al-Quran, salah satu ayat yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan adalah surah al-Mujadilah ayat 12-13.

B.        Rumusan Masalah
Makalah  dengan judul Standar Pembiayaan Pendidikan, berupaya mengangkat beberapa masalah dengan pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apa yang menjadi landasan hukum standar pembiayaan pendidikan?
2.      Bagaimana batasan standar pembiayaan Pendidikan?
3.      Apa saja yang menjadi sumber pembiayaan dalam standar pembiayaan pendidikan?
4.      Apa saja yang menjadi jenis pembiayaan dalam pendidikan?
5.      Apa saja permasalahan dalam realisasi pembiayaan pendidikan di lapangan?

C.        Batasan Masalah
Untuk membatasi pembahasan  agar tidak terlalu luas dalam makalah ini dibatasi permasalahan dalam hal :
1.      Landasan yuridis standar pembiayaan pendidikan
2.      Batasan Standar Pembiayaan Pendidikan
3.      Sumber-sumber pembiayaan dalam standar pembiayaan pendidikan
4.      Jenis pembiayaan dalam standar pembiayaan pendidikan
5.      Masalah-masalah dalam realisasi pembiayaan pendidikan di lapangan

D.       Tujuan Masalah
Tujuan pembuatan makalah yang berjudul “Standar Pembiayaan Pendidikan  ini adalah:
1.      Untuk mengetahui landasan hukum standar pembiayaan pendidikan
2.      Untuk mengetahui batasan standar pembiayaan pendidikan
3.      Untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan  dalam standar pembiayaan pendidikan.
4.      Untuk mengetahui jenis pembiayaan dalam standar pembiayaan pendidikan
5.      Untuk mengetahui masalah dalam realisasi pembiayaan pendidikan di lapangan

E.        Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dengan harapan memberikan kontribusi penambahan wawasan tentang standar pembiayaan pendidikan yang harus diketahui serta dapat memberikan solusi dari permasalahan yang timbul dalam realisasi pembiayaan di lapangan.










BAB II
LANDASAN-LANDASAN
A.        Landasan Teologis
Pendidikan merupakan idealisme dari upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diaplikasikan melalui proses pembelajaran, dalam arti pendidikan berikut tujuannya tidak akan tercapai tanpa proses pembelajaran yang dilakukan di kelas pada institusi pendidikan.
Setiap manusia akan memperoleh ilmu pengetahuan melalui proses belajar, hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
اقرا وربك الاكرم الذي علم بالقلم علم الانسان ما لم يعلم                                                                                                   
                                
 Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al-‘Alaq : 3-5)[3] 
Ayat tersebut secara implisit menyebutkan bahwa Allah SWT memberikan ilmu pengetahuan melalui proses pembelajaran antara pengajar dan pelajar, yang dimaksud adalah  Allah SWT merupakan sumber dari ilmu pengetahuan dan proses pembelajaran merupakan upaya, ikhtiyar manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan tersebut.
Dalam proses pembelajaran sebagai ikhtiyar manusia akan terlaksana dengan efektif dan efisien apabila ditunjang dengan anggaran pembiayaan yang jelas dan proporsional, untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam undang-undang.
Secara tersirat Allah SWT telah menyinggung masalah pembiayaan dalam pendidikan sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Mujadilah ayat 12-13 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمْ وَأَطْهَرُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (12) أَأَشْفَقْتُمْ أَنْ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (13) [المجادلة/12، 13
“ Wahai orang yang beriman apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Dan Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.
Ayat (12) memberikan pelajaran kepada kita bahwa pendidikan itu tidak gratis, akan tetapi membutuhkan dukungan finansial, bahkan dalam sebuah riwayat berkaitan dengan ayat ini menjelaskan bahwa pendidikan itu jangan terlalu murah (Seperti sabda Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib). Allah SWT dalam ayat ini memberikan persyaratan kepada kaum muslimin yang hendak bertanya (belajar) kepada Rasulullah saw untuk mengeluarkan sedekah kepada fakir miskin. Mengeluarkan sedekah dalam ayat ini bisa diasumsikan sebagai biaya pendidikan yang harus dikeluarkan seseorang yang mencari ilmu. 

B.        Landasan Filosofis
Proses pembelajaran akan terlaksana apabila didukung oleh berbagai aspek antara lain: aspek tujuan; aspek administrasi; aspek sarana prasarana; aspek materi pembelajaran;  metode dan media pembelajaran serta aspek evaluasi.
Semua aspek tersebut tidak terlepas dari kebutuhan finansial, dimulai penetapan tujuan melalui workshop, pembuatan administrasi baik administrasi sekolah ataupun guru, demikian pula halnya dengan sarana prasarana, metode dan media serta evaluasi.
Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh semakin besar pula dana yang harus dikeluarkan oleh pelajar, murid atau siswa.
Maka kebutuhan akan biaya dalam proses pembelajaran mutlak diperlukan, darimana sumber biaya tersebut, alokasi pembiayaan, perencanaan, penggunaan dan evaluasi terhadap pembiayaan. Dalam skala nasional pembiayaan diatur melalui perundang-undangan yang berlaku.
Standar ideal wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun menjadi kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengalokasikan biaya pendidikan dalam APBN dan APBD, sehingga seluruh siswa usia 7 tahun sampai 15 tahun terbebas dari biaya pendidikan.       

C.        Landasan Teoritis
Standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan.[4]  
Biaya adalah keseluruhan pengeluaran baik yang bersifat uang maupun bukan uang, sebagai ungkapan rasa tanggung jawab semua pihak  terhadap upaya pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dalam penyelenggaran pendidikan pembiayaan termasuk hal penting dalam mencapai pendidikan yang bermutu.
Standar pembiayaan pendidikan merupakan sebuah analisis terhadap sumber-sumber pendapatan dan penggunaan biaya yang diperuntukan bagi pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Standar pembiayaan (Mulyasa : 24) merupakan kreteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsung kegiatan pendidikan yang sesuai  SNP.[5] Biaya pendidikan bersumber pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), yang dikelola berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik.






BAB III
PEMBAHASAN
A.        Landasan Hukum Standar Pembiayaan Pendidikan
Landasan hukum merupakan dasar dari peraturan yang dikukuhkan oleh pemerintah atau penguasa sebagai alas dan dasar operasional perundang-undangan yang berlaku.
Landasan hukum standar  pembiayaan pendidikan di Indonesia berdasar kepada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, Bab XIII.
Pasal 46 (1) : Pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat.
Pasal 46 (2): Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945.
Pasal  46 (3)   :          Ketentuan mengenai tanggungjawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 47 (1)  :    Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan dan berkelanjutan.
Pasal 47 (2)  :    Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 47 (3)  :    Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayt (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48 (1)  :    Pengelolaan dana pendidikan berdasar pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik.
Pasal 48 (2)  :    Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). SNP ini lahir dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Ada 8 Standar Nasional Pendidikan yakni:
1.      Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
2.      Standar Isi
3.      Standar Proses
4.      Standar Pendidik dan Kependidikan
5.      Standar Sarana dan Prasarana
6.      Standar Penegelolaan
7.      Standar Pembiayaan
8.      Standar Penilaian Pendidikan
Standar pembiayaan merupakan salah satu dari 8 Standar Nasional Pendidikan yang memiliki peran sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional yang berkualitas disamping standar lainnya.
  
B.        Sumber-sumber pembiayaan dalam Standar Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan dalam pendidikan berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pasal 46 ayat (1) tentang sumber pendanaan pendidikan yakni:
1.      Pemeritah Pusat, yang bersumber pada APBN, minimal 20 %, yang dialokasikan sebagai dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. 
2.      Pemerintah Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, yang bersumber pada APBD, minimal 20 %.
3.      Masyarakat, yang meliputi sumbangan pendidikan; hibah; wakaf; zakat; pembayaran nadzar; pinjaman; sumbangan perusahaan; keringanan dan penghapusan pajak  pendidikan dan penerimaan lain yang sah dan halal.[6]
Masyarakat dapat berpartisifasi dalam aspek pembiayaan pendidikan hanya sebagai partisipan artinya apabila ada kebutuhan yang tidak terkaper oleh dana BOS atau bantuan dari pemerintah, yang bersifat mendesak dan penting, maka  Komite Sekolah dapat berperan untuk mencari investor dalam pemenuhan pembiayaan pendidikan dengan cara-cara yang sah secara hukum.

C.        Jenis-jenis Pembiayaan dalam Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal.
Biaya investasi meliputi biaya pembelian sarana prasarana, pengembangan sumberdaya manusia dan modal kerja tetap.
Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Yang termasuk dalam biaya personal antara lain pakaian seragam, transportasi, buku pribadi dan sumber, konsumsi dan akomodasi.
Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; (2) bahan atau peralatan habis pakai; (3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan sebagainya.
Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 69 Tahun 2009, berdasarkan usulan BNSP.

D.       Realisasi pembiayaan pendidikan di lapangan
Pembiayaan pendidikan di sekolah meliputi biaya-biaya sebagai berikut:
1.      Pendapatan Rutin yakni biaya untuk belanja pegawai.
2.      Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
3.      Bantuan-bantuan pemerintah
4.      Pendapatan asli sekolah yakni pendapatan yang diupayakan oleh komite sekolah.
Merupakan contoh RKAS atau RKAM dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Standar Pembiayaan
Penyusunan RKAS/M Tahun 2014/2015
1.    Menyusun dan menghitung Biaya Operasional bersama guru dan komite
2.    Menghitung biaya satuan siswa = jumlah BOS : jumlah siswa
3.    Mengklasifikasikan biaya operasional berdasarkan mata anggaran
4.    Membandingkan biaya kebutuhan dan dana yang diperoleh
5.    Menuangkan dalam berita acara yang dilanjut dalam surat keputusan kepala madrasah
6.    RKAS/M tersusun dan disahkan
Tersusunnya RKAS/M
Kepala Madrasah
Perencanaan pengalokasian Bantuan Siswa Miskin
1.    Klasifikasi
2.    Penentuan alokasi
3.    SK kepala
4.    Pendistribusian
5.    Pelaporan
Tersalurnya biaya bantuan siswa tidak mampu/jarak tempuh siswa
Dewan madrasah
Laporan Pengeluaran Keuangan
1.    Membuat tanda bukti kuitansi yang disahkan, bermaterai, nota setiap pengeluaran uang
2.    Menjurnal transaksi pemasukan dan pengeluaran pada buku kas, bank atau BKU
3.    Mencetak hasil semua pembukuan kemudian diarsipkan
4.    Membuat LPJ setiap triwulan (BOS)
Tersusunnya laporan
Bulanan meliputi :

a) Buku Kas Umum
b) Buku Pembantu Kas
c) Buku Pembantu Bank
d) Buku bank
e) dan setoran pajak
* kepala  
   Madrasah
* Bendahara 


RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN MADRASAH
/SEKOLAH (RKAM/S)
FORMAT BOS K-1
Dibuatoleh madrasah di kirim ke TIM PKPS-BBM
TAHUN AJARAN 2012/2013

Sumber Dana Penerimaan:
NO Urut
No. Kode
URAIAN
JUMLAH
1
2
3
4
I
1
Sisa Tahun Lalu

II
2
Pendapatan Rutin


2.1
Gaji PNS 3 orang
Rp. 150.000.000

2.2
Gaji Pegawai Tidak Tetap


2.3
Belanja Barang dan Jasa


2.4
Belanja Pemeliharaan


2.5
Belanja lain-lain

III
3
BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH


3.1
1.     BOS Pusat
Rp. 145.600.000

3.2
2.     BOS Privinsi
Rp.     4.437.500

3.3
1.     BOS Kabupaten
Rp.     3.097.500


JUMLAH
Rp. 153.135.000
IV
4
BANTUAN


4.1
1.     Dana Dekonsentrasi


4.2
2.     Dana Tugas Pembantuan


4.3
3.     Dana Alokasi Khusus


4.4
4.     Dana Lainnya (Bantuan Luar Negeri/Hibah)

V
5
PENDAPATAN ASLI SEKOLAH


5.1
1.     Iuran Orang tua


5.2
2.     Sumbangan Yayasan
Rp. 5.000.000

5.3
3.     Usaha lain

JUMLAH TOTAL PENERIMAAN
Rp. 308.135.000

Penggunaan (Pengeluaran)
NO Urut
No Kode
URAIAN
JUMLAH
5
6
7
8
I
1
PROGRAM SEKOLAH


1.1
Pengembangan Kompetensi Lulusan
Rp.     6.435.000

1.2
Pengembangan Kurikulum
RP.     2.500.000

1.3
Pengembangan Proses Pembelajaran
Rp.   10.700.000

1.4
Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
RP.   74.540.000

1.5
Pengembangan Sarana Prasarana Madrasah
Rp.   21.410.000

1.6
Pengembangan Implementasi Manajemen Madrasah
Rp.   15.350.000

1.7
Pengembangan  Implementai Sistem Penilaian
Rp.   22.200.000


Jumlah
Rp. 145.600.000
II
2
BELANJA LAINNYA


2.1
Belanja Gaji PNS
Rp. 150.000.000

2.2
Belanja lainnya
Rp.      5.000.000

2.3
Belanja ……………………















TOTAL
Rp. 308.135.000

E.        Masalah-masalah pembiayaan pendidikan di lapangan
Masalah pembiayaan pendidikan di lapangan yang sering ditemukan dalam hal sebagai berikut:
1.      Efisiensi dalam penggunaan pembiayaan
2.      Transparansi dan akuntabilitas publik dalam penggunaan pembiayaan
3.      Penyunatan dana bantuan dari pemerintah
Guna menangani permasalahan efisiensi dalam pembiayaan pendidikan di lapangan atau di sekolah dari “mis function” pembiayaan pendidikan harus sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS). Sebagaimana amanat Undang-Undang Sisdiknas 2003,  Pasal 48 ayat  1.  Pengelolaan dana pendidikan berdasar pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik.
Untuk memenuhi keadilan, pembiayaan harus meliputi semua standar pendidikan dengan pembagian secara proporsional sesuai aturan dari pemerintah.
Efisiensi pembiayaan pendidikan diarahkan kepada pembiayaan yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan di lapangan yang tertuang dalam Rencana Anggaran Kerja karena setiap sekolah skala prioritas kebutuhan tidaklah persis sama.
Transparansi pembiayaan pendidikan, untuk pembiayaan rutin dalam hal ini gaji pegawai tidak ditemukan permasalahan. Permasalahan baru timbul saat perencanaan, pengelolaan, pelaporan sebagai upaya akuntabilitas publik pada pembiayaan operasional dan dana bantuan khusus seperti dana rehabilitasi kelas, dana pembangunan rombel baru dan lain-lain.
Umumnya saat perencanaan semua yang berkepentingan di sekolah terlibat, terutama dalam mengisi evaluasi diri (evadir) sekolah. Tetapi ada beberapa sekolah yang hanya copy paste  atau hanya beberapa orang  saja yang di tunjuk oleh kepala sekolah, untuk mengisi evaluasi diri. Kemudian pembuatan Rencana Kinerja Anggaran Sekolah (RKAS) oleh kepala sekolah bersama para pemegang 8 standar pendidikan.
Tahap berikutnya keterlibatan hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui, terlebih dalam pelaporan sebagai pertanggungjawaban sehingga transparansi menjadi bias dan tidak jelas. Sekalipun saat pertama kali digulirkan dana BOS telah di gadang-gadang tentang transparansi penggunaan BOS, dengan pemasangan pamplet-pamplet tentang pengawasan penggunaan uang BOS dari  KPK, dengan kalimat “ Awasi penggunaan dana BOS!”, realita pengawasan dari pihak terkait sangat longgar.[7]
Sebelum tahun 2005 rencana anggaran sekolah dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), pembiayaan operasional berupa barang dan jasa masuk dalam penerimaan rutin, sedangkan dalam RKAS pasca tahun 2005,  biaya rutin hanya berkaitan dengan gaji pegawai saja, adapun untuk biaya operasional berupa barang jasa masuk dalam dana bantuan berupa dana BOS baik pusat maupun provinsi. 
 Adapun akuntabilitas publik pembiayaan pendidikan di lapangan diwujudkan dengan pemenuhan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah berupa kelengkapan Buku Kas Umum (BKU), Kas Tunai, Buku Pajak dan Buku Bank.
Permasalahan penting dalam pembiayaan pendidikan cenderung pada dana bantuan dari pemerintah berupa hibah seperti blok grand untuk pengadaan kelas olahraga, dana bantuan  rehabilitasi serta dana Bantuan Siswa Miskin (BSM).  Yang pada gilirannya di pemerintahan Jokowi, BSM tersebut akan dialih fungsikan pada Kartu Pintar, Kartu Kesejahteraan dan Kartu Sehat.
Pengawasan terhadap bantuan tersebut terbilang longgar, sehingga masih terjadi kebocoran-kebocoran disana sini, baik semasa RAPBS maupun RKAS. Sebagai contoh bantuan rehabilitasi selalu harus ada dana umpan agar dana rehabilitasi cair, demikian pula saat cair banyak orang yang minta balas jasa, sehingga dana yang diterima dan yang harus di SPJ kan tidaklah sama. Hal ini terjadi, pertama karena lemahnya kualitas keimanan, kedua karena kurang berfungsinya pengawasan dari atas, ketiga karena adanya oknum “mafia”  yang memperjualbelikan hukum sehingga hukum bisa dibeli sehingga hukum ibarat golok atau pisau satu sisi hukum tajam untuk orang-orang tertentu dan sisi lain hukum tumpul untuk orang-orang tertentu pula, keempat  karena bantuan dianggap sebagai pemberian.

  
 










BAB IV
A.        SIMPULAN
Pembiayaan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah serta dukungan dari masyarakat, yang pengelolaannya ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, efisien, transparan dan akuntabel.
Keempat prinsip tersebut masih perlu dibenahi karena masih terdapat prinsip yang belum terlaksana dengan baik, terutama dalam prinsip transparansi pembiayaan pendidikan di lapangan.
Pengawasan dari pihak terkait tidak begitu ketat bahkan terasa longgar, hal tersebut terbukti proses audit keuangan yang hanya mencocokan RKAS, Buku Kas Umum dengan bukti-bukti baik nota, kwitansi dengan anggaran perubahannya. Jika semua cocok dianggap tidak ada permasalahan, tanpa melihat keautentikan dan kualitas bukti-bukti pembiayaan tersebut.
Pengawasan perlu dilanjutkan hingga pada keautentikan dan kualitas bukti-bukti pembiayaan guna meminimalisir penyimpangan dalam dana pendidikan di lapangan. Sehingga dana pendidikan yang dialokasikan dalam APBN dan APBD dapat terrealisasikan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

B.        REKOMENDASI
Agar kualitas pendidikan di Indonesia terus meningkat perlu diupayakan melalui  pemenuhan semua standar dalam Standar Nasional Pendidikan secara proporsional.
Khususya dalam standar pembiayaan diharapkan anggaran dari APBN maupun APBD dapat terealisasikan dengan baik, serta dapat dipertanggung jawabkan sesuai peruntukkannya, menghindari rekayasa dalam pembiayaan, sehingga keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik dapat terwujud dengan baik, menuju Indonesia bersih.






DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan Nasional, (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depatemen Pendidikan Nasional, (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Kementerian Agama RI, (2010). Al-Quran Terjemah Perkata. Bandung: Sygma Examedia Arkanleema.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 161 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana BOS Tahun Anggaran 2015. Jakarta: Kemendikbud.
Mulyasa, E. (2014). Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim Redaksi Pustaka Yustisia, (2013). Perundangan tentang Kurikulum Sistem Pendidikan Nasional 2013. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.






[1] Perundangan tentang Kurikulum Sisdiknas 2013, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2013), hlm.7
[2] E. Mulyasa, Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014) hlm.21.
[3] Kementerian Agama RI, Al-Quran Terjemah Perkata, (Bandung: Sygma ExamediaArkanleema, 2010), hlm. 597.
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 1089.
[5] Op.Cit., hlm. 25.
[6] Pustaka Yustisia, Pejelasan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 46 ayat (1), hlm.43.
[7] H. Wijaya, Hasil Wawancara Tentang Pembiayaan Pendidikan di Sekolah, Wakasek SMPN 2 Purwakarta.